Minggu, 04 September 2016

Pengkodean, Uji Coba dan Pembuatan Dokumentasi

Setelah membentuk algoritma, maka proses pengkodean dapat dimulai. Menggunakan algoritma sebagai pedoman, maka kode program dapat ditulis sesuai bahasa pemrograman yang dipilih. 
Setelah menyelesaikan seluruh kode program, langkah selanjutnya yaitu menguji program tersebut apakah telah berfungsi sesuai tujuannya untuk memberikan suatu solusi untuk menyelesaikan suatu masalah. Bilamana terjadi kesalahan – kesalahan logika atas program, disebut juga sebagai bugs, maka kita perlu untuk mengkaji ulang rumusan / algoritma yang telah dibuat, kemudian memperbaiki implementasi kode program yang mungkin keliru. Proses ini disebut dengan debugging
Terdapat dua tipe kesalahan (errors) yang akan dihadapi seorang programmer. Yang pertama adalah compile-time error, dan yang kedua adalah runtime error.
Compile-time errors muncul jika terdapat kesalahan penulisan kode program. Compiler akan mendeteksi kesalahan yang terjadi sehingga kode tersebut tidak akan bisa dikompilasi. Terlupakannya penulisan semi-colon (;) pada akhir sebuah pernyataan program atau kesalahan ejaan pada beberapa perintah dapat disebut juga sebagai compile – time error
Compiler tidaklah sempurna sehingga tidak dapat mengidentifikasi seluruh kemungkinan kesalahan pada waktu kompilasi. Umumnya kesalahan yang terjadi adalah kesalahan logika seperti perulangan tak berakhir. Tipe kesalahan ini disebut dengan runtime error. Sebagai contoh, penulisan kode pada program terlihat tanpa kesalahan, namun pada saat anda menelusuri struktur logika kode tersebut, bagian yang sama pada kode tereksekusi berulang – ulang tanpa akhir. Pada kasus tersebut compiler tidak cukup cerdas untuk menangkap kesalahan tipe ini pada saat proses kompilasi. Sehingga saat program dijalankan, aplikasi atau bahkan keseluruhan komputer mengalami hang karena mengalami proses perulangan yang tidak berakhir. Contoh lain dari run-time errors adalah perhitungan atas nilai yang salah, kesalahan penetapan kondisi dan lain sebagainya. 
Untuk memudahkan dalam memeriksa suatu kesalahan suatu program ataupun memahami jalannya program, kita juga perlu membuat suatu dokumentasi dari program yang dibuat. Dokumentasi tersebut berisi informasi mulai dari tujuan dan fungsi program, algoritma, serta cara penggunaannya. 
1.5 SISTEM NUMERIK DAN KONVERSI 
Bilangan dapat disajikan dalam beberapa cara. Cara penyajiannya tergantung pada Basis (BASE) bilangan tersebut. Terdapat 4 cara utama dalam penyajian bilangan 
1.5.1 Sistem Bilangan Desimal 
Manusia umumnya menggunakan bilangan pada bentuk desimal. Bilangan desimal adalah sistem bilangan yang berbasis 10. Hal ini berarti bilangan – bilangan pada sistem ini terdiri dari 0 sampai dengan 9. Berikut ini beberapa contoh bilangan dalam bentuk desimal :
12610 (umumnya hanya ditulis 126)
1110 (umumnya hanya ditulis 11) 
1.5.2 Sistem Bilangan Biner 
Bilangan dalam bentuk biner adalah bilangan berbasis 2. Ini menyatakan bahwa bilangan yang terdapat dalam sistem ini hanya 0 dan 1. Berikut ini contoh penulisan dari bilangan biner :
11111102
10112
1.5.3 Sistem Bilangan Oktal 
Bilangan dalam bentuk oktal adalah sistem bilangan yang berbasis 8. Hal ini berarti bilangan – bilangan yang diperbolehkan hanya berkisar antara 0 – 7. Berikut ini contoh penulisan dari bilangan oktal :
1768
138
1.5.4 Sistem Bilangan Heksadesimal
Bilangan dalam sistem heksadesimal adalah sistem bilangan berbasis 16. Sistem ini hanya memperbolehkan penggunaan bilangan dalam skala 0 – 9, dan menggunaan huruf A – F, atau a – f karena perbedaan kapital huruf tidak memiliki efek apapun. Berikut ini contoh penulisan bilangan pada sistem heksadesimal :
7E16
B16


Tabel 1.3. Bilangan heksadesimal dan perbandingannya terhadap desimal 


Berikut adalah perbandingan keseluruhan sistem penulisan bilangan: 
Tabel 1.4. Contoh Konversi Antar Sistem Bilangan 
 
1.5.5 Konversi
1.5.5.1 Desimal ke Biner / Biner ke Desimal
Untuk mengubah angka desimal menjadi angka biner digunakan metode pembagian dengan angka 2 sambil memperhatikan sisanya. Ambil hasil bagi dari proses pembagian sebelumnya, dan bagi kembali bilangan tersebut dengan angka 2. Ulangi langkah – langkah tersebut hingga hasil bagi akhir bernilai 0 atau 1. Kemudian susun nilai – nilai sisa dimulai dari nilai sisa terakhir sehingga diperoleh bentuk biner dari angka bilangan tersebut.
Sebagai Contoh : 12610 = ? 2
Dengan menuliskan nilai sisa mulai dari bawah ke atas, didapatkan angka biner 11111102.
Konversi bilangan biner ke desimal didapatkan dengan menjumlahkan perkalian semua bit biner dengan perpangkatan 2 sesuai dengan posisi bit tersebut.
Sebagai Contoh : 110011012 = ? 10
Angka desimal 205 diperoleh dari penjumlahan angka yang di arsir. Setiap biner yang bernilai 1 akan mengalami perhitungan, sedangkan yang bernilai 0 tidak akan dihitung karena hanya akan menghasilkan nilai 0.
1.5.5.2 Desimal ke Oktal/Heksadesimal dan Oktal/Heksadesimal ke Desimal
Pengubahan bilangan desimal ke bilangan oktal atau bilangan heksadesimal pada dasarnya sama dengan konversi bilangan desimal ke biner. Perbedaannya terletak pada bilangan pembagi. Jika pada konversi biner pembaginya adalah angka 2, maka pada konversi oktal pembaginya adalah angka 8, sedangkan pada konversi heksadesimal pembaginya adalah 16.
Contoh konversi Oktal : 12610 = ? 8 
Dengan menuliskan nilai sisa dari bawah ke atas, kita peroleh bilangan oktal 1768
Contoh konversi Heksadesimal :
12610 = ? 16 

Dengan menuliskan nilai sisa dari bawah ke atas, kita peroleh bilangan Heksadesimal7E16
Konversi bilangan Oktal dan Heksadesimal sama dengan konversi bilangan Biner ke Desimal. Perbedaanya hanya terdapat pada penggunaan angka basis. Jika sistem Biner menggunakan basis 2, maka pada bilangan Oktal, basis yang digunakan adalah 8 dan pada bilangan Heksadesimal adalah angka 16.
Contoh konversi Oktal : 1768 = ? 10 

Contoh konversi Heksadesimal :
7E16 = ? 10 

1.5.5.3 Biner ke Oktal dan Oktal ke Biner
Untuk mengubah bilangan biner ke oktal, kita pilah bilangan tersebut menjadi 3 bit bilangan biner dari kanan ke kiri. Tabel 1.5 menunjukkan representasi bilangan biner terhadap bilangan oktal :
Tabel 1.5. Bilangan octal dan perbandingannya dalam sistem biner
Sebagai contoh : 11111102 = ? 8
Mengubah sistem bilangan oktal menjadi bilangan biner dilakukan dengan cara kebalikan dari konversi biner ke oktal. Dalam hal ini masing – masing digit bilangan oktal diubah langsung menjadi bilangan biner dalam kelompok tiga bit, kemudian merangkai kelompok bit tersebut sesuai urutan semula.
Sebagai contoh :
1768 = ?

1.5.5.4 Biner ke Heksadesimal dan Heksadesimal ke Biner
Pengubahan bilangan Biner ke Heksadesimal dilakukan dengan pengelompokan setiap empat bit Biner dimulai dari bit paling kanan. Kemudian konversikan setiap kelompok menjadi satu digit Heksadesimal. Tabel 1.6 menunjukkan representasi bilangan Biner terhadap digit Heksadesimal :
Tabel 1.6. Bilangan heksadesimal dan konversinya dalam biner 

Sebagai contoh : 11111102 = ? 16 
Konversi bilangan Heksadesimal ke Biner dilakukan dengan membalik urutan dari proses pengubahan Biner  ke Heksadesimal. Satu digit Heksadesimal dikonversi menjadi 4 bit Biner.
Sebagai contoh :
7E16 = ?
1.6.1 Algoritma
Algoritma adalah serangkaian langkah-langkah yang tepat, terperinci, dan terbatas untuk menyelesaikan suatu masalah. Langkah yang tepat artinya serangkaian langkah tersebut selalu benar untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Langkah yang tidak memberikan hasil yang benar untuk domain masalah yang diberikan bukanlah sebuah algoritma.
Langkah yang terperinci artinya setiap langkah diberikan secara detail dan dapat dieksekusi oleh komputer, instruksi seperti “angkat sedikit ke kiri” merupakan contoh instruksi yang tidak tepat, karena “sedikit” tidak menyatakan sesuatu yang tepat. Langkah yang diberikan harus terbatas, artinya suatu saat langkah harus berhenti, jika langkah tidak pernah berhenti (misalnya: “ambil air, masukkan ke bak mandi, ulangi ambil air, dan seterusnya”) maka serangkaian langkah itu tidak disebut sebagai algoritma (jika: “ambil air, masukkan ke bak mandi, ulangi ambil air sampai bak mandi penuh”, maka bisa disebut algoritma, namun langkah ambil air, masukkan ke bak mandi, harus diperinci).
1.6.2 Konstruktor (elemen) Pemrograman Prosedural
Konstruktor (elemen) bahasa pemrograman prosedural yang penting di antaranya adalah:
1. Program utama
2. Tipe
3. Konstanta
4. Variabel
5. Ekspresi, operator, dan operand
6. Struktur Data
7. Instruksi dasar
8. Program Moduler
9. File eksternal
10. Rekurens
Konstruktor ini tidak untuk dipelajari secara berurutan, namun semua perlu dipelajari dan dimengerti untuk dapat membuat program dengan baik.
1.6.3 Input, Proses, dan Output
Sekumpulan aksi dalam pemrograman prosedural bisa dibagi menjadi tiga bagian penting yaitu: input, proses, dan output. Bagian input, proses, dan output dikerjakan secara sekuensial, dan dalam setiap bagian mungkin akan ada input, proses, dan output.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar